"Jangan Ada Dendam Setelah Papa Pergi…"

By Wilson Lalengke JAKARTA - Catatan khusus: tulisan ini merupakan coretan kecil saya 16 tahun lalu, yang ternyata saya memang telah 'd...

By Wilson Lalengke

JAKARTA - Catatan khusus: tulisan ini merupakan coretan kecil saya 16 tahun lalu, yang ternyata saya memang telah 'ditakdirkan' jadi terdakwa dan akhirnya dipidana.

Suatu waktu saya terbawa dalam sebuah pembayangan (atau perenungan), saya sedang menemani "kekasih" (pacar, istri, anak, teman karib, dan lain-lain persepsi masing-masing pembaca) belanja di pasar. 

Saya tersentak dan termenung agak lama di sebuah los pemotongan ayam, kebetulan sang kekasih ingin buat sup ayam, jadi kita berdua mampir di los itu. Saya agak miris ketika melihat keadaan ayam-ayam siap jagal di kerangkeng besi berjejalan padat di ruang yang pengap sempit dan kotor. 

Sejenak saya tempatkan diri pada posisi si ayam, dan betapa terkejutnya saya ketika mendapati keadaan di posisi itu sangat tidak menyenangkan dan menghendaki agar saya dijadikan tangkapan pertama dan dipotong segera: saya mati dan penderitaan itu berakhir.

Ketika akhirnya saya terbangun dari keadaan tertegun itu, saya beranikan diri untuk menyapa sang penjual dengan mengatakan "bang, kasihan dong ayam-ayam itu, masa' kandangnya sangat sempit, mestinya dilepas saja, dan kalau perlu jangan dipotong, dibiarkan hidup saja, mereka khan juga mahluk hidup…". Apa jawab sipenjual ayam? "Jangankan ayam, anda saya gorok demi perut saya dan keluarga di rumah!" Waduh, iya ya… saya lupa bahwa demi hidup, manusia bisa membenarkan apa saja yang dipikirkan dan diperbuatnya.

Itulah sekelumit bayangan yang membias di angan saya pagi ini. Saya juga tidak mengerti mengapa beberapa waktu terakhir banyak disibukan oleh bayang dan bayang potongan sketsa kehidupan manusia sekitar. Mungkin karena dikurun waktu dua tahunan ini saya banyak menggeluti dunia filsafat. 

Judul kursusnya keren: yang satu 'global ethics' dan satu lagi 'applied ethics' (sampai-sampai susah mengindonesiakannya, minta tolong bantu terjemahannya ya), kajian yang melulu bicara soal bagaimana seharusnya seseorang berpikir dan berbuat, dan bagaimana seharusnya seseorang menjadi manusia yang baik dan benar. Kursus yang membuat kepala pusing, rambut pada rontok, dan memicu pertumbuhan uban semakin kencang walau usia masih seumur jagung (maksudnya, anak saya yang masih muda sekali, baru duduk di bangku SMA saat ini).

Di saat yang lain, saya tonton TV dengan tayangan adegan pengadilan kasus korupsi. Jujur saja, saya belum pernah sekalipun melihat langsung di ruang pengadilan, bahkan memasuki halaman pengadilan saja belum pernah, semoga lain waktu, manatau ada kans untuk menjadi terdakwa (?). 

Di sela-sela fragmen dialog antar para hakim, jaksa, saksi, pengacara, dan terdakwa di pengadilan itu, saya coba tempatkan diri pada posisi mereka masing-masing pihak secara bergantian. Ada saatnya saya jadi hakim yang mendengarkan dan menganalisa setiap informasi dan data yang disampaikan oleh semua pihak, dan kemudian memutuskan perkara. Ketika itu saya cocokan pertimbangan saya pada dasar filsafat yang saya pelajari. 

Deontology mengatakan benar atau salah-nya tindakan hakim ditentukan oleh apa yang seharusnya menjadi tugas moralnya dia sebagai hakim: memutuskan perkara dengan adil.

Supaya adil, mata harus ditutup sehingga hakim tidak lihat siapa yang di dakwa (teman sekelas, kekasih, keponakan, orang berduit, orang berpangkat, petani keren, pemilik hutan Kalimantan, buruh, petani kecil, pengemis, dan lain-lain, sama saja di mata hakim yang tertutup). 

Pedang hakim juga harus bermata dua, agar bisa menebas siapa saja, tidak hanya seseorang di depan pedang (terdakwa) tapi juga di belakang pedang (hakim itu sendiri). Selain itu, hakim juga telah melakukan sesuatu yang benar jika pertimbangan dan keputusannya didasarkan pada motivasi moral yang benar. 

Hakim harus menjawab dengan "alasan moral" yang dapat dibenarkan pada pertanyaan "mengapa" atas sebuah keputusan yang dibuatnya. Hanya dengan demikian, hakim akan terbebas dari pertimbangan dan keputusan "dengan alasan" terdakwa pemimpin partai, tokoh agama, petinggi militer, pengusaha, dan lain-lain alasan yang bersifat fisik dan parsial. Berbeda jikalau alasan hakim membebaskan Amrozi, dkk dari hukuman mati dengan alasan "menyelamatkan nyawa manusia" sebab nyawa manusia sama pada posisi apapun manusia itu. Petinggi militer sama nyawanya dengan Amrozi, tapi Amrozi tidak sama posisi fisiknya dengan petinggi militer, dan oleh sebab itu, hukum akhirnya akan berstandar ganda bila posisi fisik manusia jadi "alasan" dalam pertimbangan hukum seperti banyak terjadi baik tersurat maupun tersirat di dunia hukum kita di negeri antah berantah jauh di planet lain.

Pada saat yang lain, saya coba duduk pada posisi sebagai pengacara. Lagi-lagi, saya coba pas-kan diri ke landasan filsafat yang ada untuk mengukur dan menentukan setiap pemikiran dan tindakan saya dalam membela klien saya agar terhindar dari pameo: "pengacara, maju tak gentar membela yang bayar…". 

Again, deontology bilang, benar tidaknya tindakan seorang pengacara ditentukan oleh terlaksananya tugas moral dia sebagai pengacara: membantu terdakwa mendapatkan keadilan atas perkaranya.

Mata pengacara juga harus ditutup, agar dia tidak gelap mata kala membantu pengusaha kaya yang jadi terdakwa, dan di saat lain matanya sayu saat harus membantu petani miskin dari desa sukamiskin yang terjerat masalah sepetak kecil sawahnya yang terkena pancang tiang listrik PLN. Banyak dan banyak lagi yang diajarkan filsafat kepada manusia untuk menjadi pengacara yang benar, semoga dalam pembayangan di lain waktu dapat diceritakan ke pembaca budiman.

Kali ini saya teringat eksekusi mati Tibo, dkk, para petani getah dari perkampungan Beteleme Tua nun jauh di Sulawesi Tengah sana. Terlepas dari kontroversi yang muncul atas pengadilan dan pe-mampus-an mereka bertiga, yang salah satu alasan mematikan mereka adalah agar situasi tidak menentu di Poso (dan Sulawesi Tengah umumnya) menjadi "menentu" dan tenang; dalang kerusuhannya sudah mati. (Tapi nyatanya? Ebit pernah mencari jawabannya pada rumput yang bergoyang, sayangnya rumput yang ditanya sang penyanyi idola saya itu adalah rumput Manila yang pernah berkunjung ke istana merdeka di jaman Suharto dulu pertengahan tahun 70-an).

Membayangkan fragmen eksekusi Tibo, dkk, saya coba menempatkan diri pada posisi sebagai Tibo yang sedang duduk dikursi yang disiapkan, mata tertutup, berdoa sejenak dua jenak (maklum saya penganut Kristen yang taat, seperti halnya semua warga Negara Indonesia yang pancasilais sejati), dan kemudian mendengar tiba-tiba suara desingan peluru "pseunggggg… pseungggg…. Pseunggg…!!! (eh, berapa kali ya? Hanya satu tembakankah? Saya tidak ingat, karena saat tembakan pertama saya langsung mati, jadi tembakan kedua ketiga dan seterusnya tidak sempat mendengarnya).

Sebagai terpidana mati, saya juga masih sempat menggunakan dasar filsafat untuk menakar kadar benar salahnya tindakan yang saya buat dan akan saya perbuat dalam proses eksekusi ini. Jika saya mengikuti kemauan Negara membunuhi saya, benarkah itu? Bukankah saya membiarkan Negara melakukan kesalahan sebab menurut deontology: killing is always wrong, membunuh selamanya salah, apapun alasannya? Kalau saya dimatikan, bukankah akan meninggalkan luka sepanjang masa bagi orang-orang yang mencintai saya? (menurut filsafat utilitarian: tindakan seseorang dianggap benar bila dapat menghasilkan sebesar-besarnya kebahagian bagi diri sendiri dan orang lain, sebaliknya tindakan kita dianggap salah jika menghasilkan keburukan dan kesengsaraan). Melarikan diri, adakah dasar filsafatnya?

Sesungguhnya banyak kecamuk di alam pikir dan hati saya saat itu, namun semuanya hanya berujung pada dilematika pertanyaan tiada berjawab, karena saya tidak pada posisi yang cukup kuasa untuk menentukan apa kebenaran itu. Dan saya pikir hal ini juga terjadi pada setiap orang yang duduk pada posisi terdakwa mati ini. Satu-satunya pertimbangan dan tindakan yang punya dasar filosofi moral adalah pesan pendek ini: "Jangan ada dendam setelah papa mati, nak…" (Jujur, setelah menuliskan tanda petik terakhir ini, air mata saya berlinang dan jatuh membasahi laptop saya).

Utrecht , 27 Oktober 2006

Mengenang Tibo dkk dan Poso (kampung halaman saya), serta pergulatan manusia mencari kebenaran sepanjang hidupnya.

KOMENTAR

BLOGGER

JAKARTA


HUKUM

Name

Aceh ‎ Headline #Tenggelam A eh Aceb Aceh Aceh Barat Aceh Barat Daya Aceh Besar Aceh Jaya Aceh Selatan Aceh Singgkil Aceh Singkil Aceh Subulussalam Aceh Tamiang Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh TNI Aceh Utara Aceh.Subulussalam AcehTNI Acrh Agama Anjangsana Apresiasi Kinerja Prajurit TNI Asahan Babinsa Babinsa Longkib Badak Banten Bakti Sosial Bakti Sosial TNI Bali Balikpapan Banda Aceh Bandar Lampung Bandung Banjar Banjir Banten Banteng Banyumas Batu Bekasi Bencana Alam Berita Pilihan Berita Utama Bhayangkari Bireun Bkkbn BNN BNPT Bogor Boyolali BPJS BRI Budaya Catatan Redaksi Ciamis Cilacap Cilegon Daerah Danau Paris Dandim Demo Demokrat Depok Desa Desa Cemplang Desa Cepu Desa Sikerabang Donor Darah DPDRI Ekonomi Foto Foto Video Garut Gaya Hidup Gayahidup Gayo Lues Gemar Gotong Royong Gotong Royong TNI dengan Rakyat Gunung Meriah Hadline Hankam Hari Pahlawan Hari Santri Nasional Headliene Headline Headline. HeadlineTNI Hiburan HSN Hukum HUT Bhayangkara HUT RI Idul Adha Ikan Indro Tjahyono Info Covid-19 Infrakstruktur Infrastruktur Insfrastrktur Insfrastruktur Intelijen Internasional Iternasional Jakarta Jalan Jalan Macet Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah TNI Jawa Timur Jayapura Jepang Jerman Jerusalem Joneponto Jumat Bersih Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kappija Karya Bakti Katingan KCK Kebakaran Kebudayaan Kebumen Kecamatan Simpang Kiri KEDIRI Kedsehatan Kejaksaan Negeri Aceh Singkil Kemanunggalan Kemendes Kementan Kendari Kerawang Kesehatan Ketahanan Pangan KIP Aceh Singkil Kiri Kodim Subulussalam Kolaka Komos Komsos KomsosPenanggalan Komsoss Komunikasi Sosial Konawe Selatan Kontruksi Korban Konflik Korea Selatan Korupsi Kosmos Kota Subulussalam Kota Tebing Tinggi Kotim KPK KPU KPU Lebak Ksehatan Kuala Baru Kungker Danrem 012/TU Kuta Tengah Lampung Lampung Selatan Langsa Lebak Legislatif Lhokseumawe Lhoksumawe Libanon Lingkungan Longkib Longkib.TNI Lowongan Wartawan Magelang Magetan Makan Makan Bergizi Gartis Malang Maluku Manado Manunggal Subuh Maroko Mataram Matematika Gaseng Medan Meulaboh MTQ Mukti Jaya Nabire Nagan Raya Narkoba Nasional Nasuonal NTB Nunukan Oku Selatan Olagraga Olah Raga Olahraga Opini Organisasi Ormas Padang Palalawan Pamekasan Pandeglang Panen Kangkung Panwaslih Aceh Singkil Papua Papua Barat Parawisata Pasca Bencana Pasca Bencana Alam Pati Patroli Peemrintahan Pekalongan Pelatihan Pelatihan Matematika Gaseng Peletakan Pemakaman TNI Pemalang Pematang Siantar Pemekasan Pemerintah Pemerintah Desa Pemerintahan Penaggalan Penananggalan Penanggalan Penanggslan Pendididkan Pendidikan Penekanan Penggalan Penghijauan Pennaggalan Peraih Perikanan Perisitiwa Peristiwa Peristiwa Aceh Perkebunan Pers Persit Perstanian Pertama Pertanian Perustia Peternakan Pilek Pilkada PKB PLN Politik Politik Headline Polres Aceh Utara Polri Poltik Pontianak Poso Posyandu PPWI Pramuka Presiden Jokowi Prestasi Profil PT Latinusa Tbk PT PLB PT Socfindo PT Socfindo Kebun Lae Butar PT.PLB PT.Socfindo Puisi Pulau Banyak Purbalingga Purbalinnga Purwokerto Purworejo PWI Rabat Ragam Rakyat Rapid Test Rekrutmen TNI AD Riau RSUD Aceh Singkil RTLH Rudeng Rundeng Sanggau Semarang Sengketa Lahan Seoul Serang Sijunjung Siltan Daulat Simpang Kir Simpang Kiri Singkawang Singkil Singkohor Skmpang Kiri Sosial Sosialisasi Subhlussalam Subulissalam Subululussalam Subulusalam Subulussala. Subulussalam Subulussalam Aceh Subulussalam.Penanggalan Subulussalan Subulussamam Subulussapam Subulusssalam Sukarejo Sulawesi Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sultan Dalaulat Sultan Daulat Sultan Daulata Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Sumedang Sumut Surabaya Surakarta Suro Makmur Swasembada Pangan T NI Tanah Longsor Tanggerang Tasikmalaya Tebing Tinggi Tegal Terkini TMMD TNI TNI AD TNI Dekat Rakyat TNI.Pertanian TNI.RTLH TNISultan Daulat Tobasa Tokoh Tripoli Ucapan HUT RI Ucapan Idul Fitri Ucapan Selamat Ucapan Selamat HUT KE 75 RI Unjuk Rasa Video Wisata wisata budaya Yogyakarta Yonif Raeder 301 Yonif Raeder 301/PKS Ziarah
false
ltr
item
NKRITERKINI.COM: "Jangan Ada Dendam Setelah Papa Pergi…"
"Jangan Ada Dendam Setelah Papa Pergi…"
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjtLGElfoE9CRNImTOSWRWpCDv50E8i5meinCrD6H8_tm9crzTFFnhkwi2nI4zicwnXJh13kCaQADTDKn0j5hfI4WEoaJ74-wRsN1W9JI-s_bW0gYB4J7lY14w1AIP8yBnxGrxPXdSO54tTI5xZZ2dGEeik0eWMjogxI82FmR-JzB6nRU7r05X_C563XQ=s320
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjtLGElfoE9CRNImTOSWRWpCDv50E8i5meinCrD6H8_tm9crzTFFnhkwi2nI4zicwnXJh13kCaQADTDKn0j5hfI4WEoaJ74-wRsN1W9JI-s_bW0gYB4J7lY14w1AIP8yBnxGrxPXdSO54tTI5xZZ2dGEeik0eWMjogxI82FmR-JzB6nRU7r05X_C563XQ=s72-c
NKRITERKINI.COM
https://www.nkriterkini.com/2022/07/jangan-ada-dendam-setelah-papa-pergi.html
https://www.nkriterkini.com/
https://www.nkriterkini.com/
https://www.nkriterkini.com/2022/07/jangan-ada-dendam-setelah-papa-pergi.html
true
6142316263983909778
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All DISARANKAN UNTUK DI BACA LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy