NKRITERKINI.COM , PANDEGLANG - Arif, salah satu Mahasiswa Universitas Math'laul Anwar jurusan Teknik Sipil yang juga penggagas be...
NKRITERKINI.COM, PANDEGLANG - Arif, salah satu Mahasiswa Universitas Math'laul Anwar jurusan Teknik Sipil yang juga penggagas berdirinya Kumala Perwakilan Pandeglang menyoroti persoalan kebijakan-kebijakan kampus yang dinilai kurang selaras dan memperhatikan keadaan para mahasiswanya di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Seharusnya, dalam situasi pandemi virus corona atau Covid-19 yang sedang melanda berbagai negara maju dan berkembang di dunia termasuk Indonesia, pihak kampus harus bisa lebih memperhatikan dan memihak kepada mahasiswa dalam membuat sebuah kebijakan.
Seperti yang sudah kita ketahui mulai merebaknya wabah virus corona, yang akhirnya mengubah kuliah tatap muka menjadi kuliah daring. Sebenarnya bukan isu besar, Karena harusnya memang bisa dilakukan dan tidak masalah banyak dosen dan mahasiswa, hakikatnya mudah melakukan kuliah dengan berbagai model.
Baik itu melalui video conference, google classroom, email atau grup WA sekalipun, semua bisa dilakukan. "Jadi, soal akademik tidak problem. Tapi justru, problemnya di soal fasilitas," kata Arif dalam keterangan tertulisnya melalui Messenger WhatsApp kepada Nkriterkini.com, Selasa (12/5/2020).
Kenapa problemnya difasilitas? Harusnya pihak kampus sudah mengetahui letak dan biografi setiap mahasiswanya, yang mana tidak semua mahasiswa mudah untuk melakukan system itu semua, pastinya akan banyak kendala-kendala yang dihadapi mulai dari jaringan dan kuota. Salain itu, mahasiswa juga dituntut untuk sistem unggah tugas/ujian pada sitem yang sudah disediakan.
Menyoal sistem, kata Arif, sebetulnya program dan niat kampus itu bagus, terintegrasi dalam satu sistem, yang dinamakan Siakad, akan tetapi disitu juga dinilai akan banyak merugikan mahasiswa dan kurang toleransi terhadap setiap mahaiswa.
"Hal ini yang disebut mengancam mahasiswa, mahasiswa dituntut untuk sempurna namun fasilitas dan kebijakan yang disuguhkan tidak lah sempurna," tegas Arif yang juga merupakan salah satu aktivis kemanusiaan.
Selain mahasiswa, menurutnya, Dosen pun bisa juga bermasalah secara psikologis dikarenakan sehari-harinya mereka mengajar dan beraktivitas di kampus. "Tapi sekarang harus drop, tidak ke kampus dan hanya dirumah aja. Bisa jadi, jenuh dan gelisah. Bila mengajar daring pun, pastinya tidak optimal," ungkapnya.
Sebagai insan akademis, tentunya solusi terbaik yang harus disiapkan oleh kampus adalah yang dapat menjaga ketertiban dan pembelajaran kepada mahasiswanya.
Disamping itu, dosen dan perguruan tinggi juga harus dapat menyunguhkan fasilitas yang dapat menunjang pembelajaran di tengah wabah virus corona, sehingga tidak akan tercipta keluhan dan protes mahasiswa untuk menuntut keadilan dari kampus.
"Jadi, hikmah terbesar adalah ilmu dan pengetahuan itu tidak ada yang aneh, tidak ada yang stagnan. Ilmu selalu berdinamika, selalu ada yang baru. Maka mahasiswa dan perguruan tinggi di tantang oleh wabah virus corona untuk lebih inovatif dan kreatif, bukan sebaliknya," kata Arif.
Hikmah lainnya, wabah virus corona termasuk momentum untuk 'Berpikir Jernih' tentang kebijakan 'Merdeka Belajar' cetus Mendikbud Nadiem Makarim. Sebuah perubahan paradigma pendidikan yang fundamental diharapkan kampus dapat menjadi lebih otonom dengan kultur pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan fleksibel.
"Bahwa setiap perguruan tinggi punya kebebasan untuk meramu kurikulum sesuai dengan visi dan misi-nya. Hingga saat nanti, kuliah atau belajar jadi kegiatan yang asik dan menggembirakan. Bukan beban untuk siapapun dan atas alasan apapun," sebutnya. (***)